Pada suatu waktu saya merasa sangat lemah sekali menjalani hidup
ini, serasa dunia mau runtuh. Ditambah dengan suasana langit yang mendung
menjadikan hari itu merupakan hari yang sangat pas sekali untuk menggambarkan
suasana hati saya. Fikir saya waktu itu. Hampir-hampir di dalam fikiran saya
selalu menanyakan hal yang sama terhadap yang sudah terjadi. Mengapa hidupku
seperti ini? Ya, sinar terang sepertinya tidak bisa masuk lantaran jiwa saya
yang tertutupi oleh hentangan debu hitam pekat.
Apakah Anda juga pernah merasakan hal seperti ini? Apa reaksi Anda
waktu itu? Saya fikir reaksi kita akan sama yah? Kita kadang mencoba mengeluh
kepada Allah, Tuhan kita tapi mau bagaimana lagi ini sudah terjadi mau diapakan
lagi. Seperti nasi yang sudah jadi bubur kata orang bilang. Tapi saya berfikir
kembali, bagaimana kalau nasi yang sudah jadi bubur itu saya beri kecap plus
ayam bawang dan dikasih kerupuk udang. Pasti rasanya lebih enak daripada hanya
sekedar nasi bubur? Apalagi dikasih irisan ati ampela, wah rasanya lebih nikmat
lagi ini. Fikir saya sambil membayangkan saya yang sering makan bubur ayam
pakai ati ampela. Hehe..
Setiap dari masalah yang bertamu ke kita biasanya ada dua tipe,
tipe yang pertama ialah masalah yang sama dan yang kedua ialah masalah yang
berbeda. Tipe masalah yang pertama sering kita jumpai bahkan ini yang sering terjadi
jika kita tetap bertahan tidak berusaha mengupayakan perlakukan yang lebih
baik. Karena tipe masalah ini cenderung untuk mengetes kembali pelajaran yang
belum lulus. Artinya kalau dalam bahasa mata pelajaran belum mencapai nilai KKM
(Kriteria Ketuntasan Minimal), berarti kita diberitahu untuk belajar kembali
sampai kita mencapai nilai KKM. Halnya dengan masalah kita akan demikian, kita
akan diuji masalah yang sama bukan karena kita tidak mampu tapi kita dituntut
untuk mampu. Sehingga pada masalah yang sama berikutnya kita menghadapinya
dengan cara berfikir yang beda yang lebih bisa. Ya, kita akan bisa
menyelesaikannya. Contoh kecilnya ialah, saat kita masih SD kelas 1. Ada tugas
yang diberikan oleh guru kita berupa tugas matematika tentang penjumlahan.
2+1+3-4-0-2 = ? Coba kita menengok sejenak pada masa kecil kita. Soal itu
terasa rumit sekali, ya kita berfikir-fikir dengan penuh imajinasi. Makanan apa
ini kok kaya bebek, kaya jagung bakar, kaya garpu, kaya hidung, kaya telor, dan
kaya kaya lainnya. Sungguh terihat kasihan yah diri kita itu, sebenarnya ini
mudah bukan? Tapi fikiran kita masih fikiran anak kelas 1 SD. Beda dengan
sekarang toh? Sekarang kita menyelesaikannya dengan mudah, mungkin sambil
menutup mata yah menjawabnya? Hehe.. Dari contoh sederhana ini membuktikan
bahwa kemampuan kita yang harus ditingkatkan untuk menyelesaikan masalah-masalah.
Bukan berprilaku yang sebaliknya, mencerca masalah bahkan menghardiknya. Jadi bukan
besarnya masalah yang menjadi penghalang hidup kita yah akan tetapi kemampuan
kita yang belum cukup untuk menyelesaikannya.
Tipe masalah yang kedua ialah masalah yang baru. Bukan masalah yang
sama, pada tipe ini masalah yang bertamu kepada kita dengan wajah yang baru. Mungkin
wajahnya lebih tampan atau lebih cantik dari yang sebelumnya. Tapi mungkin akan
bermakna lain pada sorotan mata yang sama. Kita yang dihadapkan pada golongan
masalah yang baru mungkin akan terlihat berbinar-binar, karena kita sudah
diajarkan bahwa masalah bukan terletak pada besarnya tapi terletak pada
kemampuan kita. Masalah bagi yang mampunya cuma semiliar maka masalahnya pun
akan berkutat pada satu miliar, dan bagi orang yang kemampuanya triliunan maka
masalahnya pun berkeliaran pada sekitar triliunan. Maksudnya? Ya, maksudnya
masalah dilihat dari kapasitas diri kita. Pada tipe masalah yang pertama
betumpu pada sebuah pmberitahuan untuk memampukan diri. Tipe masalah yang kedua
bertumpu pada penyesuaian masalah terhadap kapasitas diri kita. Kalau kita
sering mengasah kemampuan diri maka masalah yang datang akan terlihat sulit
diselesaikan bagi pandangan orang lain yang dalam pandangan kita ini merupakan
masalah yang bisa diselesaikan.
Kita kembali lagi yah pada bahasan mengenai nasi yang sudah jadi bubur
pakai ati ampela. Hehe..
Waktu itu saya berfikir pesimis banget, kaya mau perang tapi saya
tidak bawa senjata apa-apa. Ya, bukan main penatnya fikiran ini dan resahnya
jiwa ini. Pagi-pagi sudah dihidangkan dengan masalah yang lezat yah?
Terdiam sejenak,
lalu saya menuliskan beberapa barang belanjaan yan harus dibeli. Sebenarnya
hari itu saya sudah memberikan catatan belanja dagangan kepada karyawan saya
untuk menggantikan saya belanja. Tapi saya coba ke pasar sendiri. Ya,
ngitung-ngitung menyegarkan fikiran saya yang lagi penat.
Dengan ditemani sama dua kaki saya, saya berjalan menuju pasar
gerlong. Eits ketahuan deh? Ya, sambil menikmati pemandangan asrih di perumahan
KPAD membuat fikiran saya terasa dimasuki angin yang datangnya dari surga. Hehe..
soalnya, rasanya sangat segar sekali. Sampai sekarang bayangan itu masih sangat
terasa banget. Ya sambil menulis ini pun sangat terasa bagaimana perasaan saya
waktu itu.
Kurang lebih 15 menit saya sampai di temapt yang saya tuju. Saya
melihat orang tua. Wanita dua dan laki-laki satu sambil melantunkan sholawat
nabi menyusuri tengah-tengah gang pasar. Anda tahu? Bahwa kedua wanita itu
tunanetra, dengan ditemani sama lelaki dibelakangnya. ALLAHUAKBAR!!! Hati saya
teriak dengan kalimat itu. Saya tidak habis fikir dengan apa yang mereka
upayakan untuk hidupnya. Mereka tidak mengeluhkan semua yang sudah diterima
dari Allah, mereka tetap berusaha untuk mencari penghidupan.
Kemudian saya
menyusuri jalan yang lain. Saya melihat seorang wanita yang usianya kurang
lebih mencapai 60 tahun. Ya, kulitnya yang keriput tapi jiwanya yang masih
terlihat masih sangat muda. Wanita berumur 60an itu menjajakkan dagangannya
dengan wajah yang nampak berseri-seri. Entah mengapa Allah mengirimkan saya
untuk berada di sini di pasar gerlong. Ini tanda saya diberitahu untuk lebih
bijak lagi menghadapi setiap kenyataan hidup ini. Saya fikir hari itu merupakan
tangisan yang memberikan senyuman pada hati saya. Melihat kedua wanita yang
tunanetra dan nenek berusia 60an yang menunjukkan jiwanya dengan baik. Mereka tidak
melihat keadaan yang menimpanya tapi apa yang bisa dilakukannya.
Gumpalan air yang menutupi lensa mata saya tak kunjung mencair,
sampai-sampai pasar itu terlihat bercahaya. Ini bagian hidupku yang sangat
penting. Ya, penting sekali sampai saya harus menuliskannya untuk semua
sahabat-sahabat terbaikku. Kita sama-sama untuk belajar dari siapapun yang ada
dalam hidup kita. Siapapun dia, pasti ada titik istimewa yang dapat diambil
pelajarannya. Kita masih sangat muda bukan? Saya fikir Anda juga setuju yah
bahwa belajar itu sangat penting.
Setelah semua barang belanjaan saya beli, kemudian saya menuliskan
satu kalimat di catatan belanjaan untuk hari itu.
“Kalau di dalam jiwa kita terasa rapuh, cobalah untuk menengok jiwa
yang lain yang hidupnya kurang beruntung daripada jiwa kita.”
Kita akan terus mengeluh pada setiap masalah yang menimpa kalau kita
tidak dibandingkan dengan yang lebih mendalam masalahnya daripada kita. Sesuatu
akan terasa penting meskipun itu kecil tapi ia menyinari hati kita dengan
cahaya Ilahi. Kecil, tapi dampak untuk hidup kita tidak biasa dan tidak
sederhana dan tidak juga kecil. Labih dari biasa.
Tidak ada masalah yang kecil ataupun besar melainkan karena
kemampuan kita yang belum mencukupi. Tidak ada masalah yang tidak memberikan
pelajaran penting untuk hidup kita yeng lebih baik. Semua yang menimpa kita
adalah ditunjukkan untuk menaikan derajat kita dihadapan-Nya.
Baik, sahabat-sahabat terbaikku. Semoga apa yang menjadi pelajaran
dalam hidup kita memberikan kenaikan pada derajat hidup kita, yang diberkahi
sama Allah dan yang dirahmati oleh Allah. Aamiin.