Affiliate Program ”Get Money from your Website”

-Guru, Bukan Sekedar-

Guru, seorang yang amat istimewa dimata dunia. Karenanya kegelapan dapat tercahayai, kebodohan terperangai, keadilan dapat ditegakkan, dan oran-orang besar tercipta. Guru, seorang yang sangat sederhana dalam menyampaikan sebuah nasihat. Ia menegur kala anaknya salah, memperbaiki saat anaknya kacau balau. Begitulah, guru.

Namun, juga tidak sedikit yang menyelewengkan hakikat guru. Entah karena tujuanya atau apanya saya tidak tahu. Apakah honorium yang didapatnya terlalu besar? Ataukah gaji pokok, tunjangan profesi, dan prestasi lebih dari cukup untuk membiayai kebutuhan hidupnya?  #Eh,bukanyakebalik? Entahlah?

Saat bersilaturahim ke sekolah, guru SMA saya menyampaikan sesuatu yang sangat sederhana untuk menjadi seorang guru. Beliau menuturkan, "kita itu jadi guru bukan karena ini itunya, hakikat dari mendidik ialah semata-mata melimpahkan yang baik-baik kepada anak didik sebagai tanda persembahan kita kepada Allah. Sekali lagi, anda musti mengikhlaskan tujuan untuk dan karena Allah. Bukan iming-iming jadi PNS."

Saya hanya bisa mengkerutkan kening, sambil mentafakuri apa yang telah disampaikan oleh beliau. Mungkin selama ini saya salah untuk menerjemahkan "apa itu guru?" Sehingga sebuah nasihat sederhana mampir didalam hati. Luarbiasa, menambahkan rasa tentram untuk lebih memfokuskan pada pengabdian diri pada Allah bukan pada yang mengiming-imingi ini itu.

Memang tidak salah sih mengharapkan ini itu, tapi jangan salah kalau menyebabkan pikiran bertabur dengan materi-materi bukan lagi hakikat (makna). Sehingga tidak salah kalau Allah memberikan kita sebuah nasihat melalui penyakit, kecelakaan, atau kehilangan jabatan atau sesuatu yang berharga karena terlalu berfokus pada materi. Bukan hanya guru mungkin, semua jenis profesi akan mengalami sunatullah. Ikhlas akan dibalas dengan yang baik-baik, namun jika sebaliknya akan dibalas dengan yang tidak baik. Baik dari kacamata dunia maupun akhirat. #kokjadikesiniyahpembahasanya?

Lalu sebaiknya bagaimana?

Saya tidak tahu yang baik itu bagaimana, tapi jika ada benak untuk menjadi seoarang guru sebaiknya kita perlu dekat-dekat dengan hakikat kita diciptakan. Wama kholaktul jinna wal insa illaliya’buduun. Ya, kita diciptakan semata untuk menyembah Allah bukan menyembah materi. Seperti yang ditegaskan oleh Panglima Perang Khalid bin Walid, “Aku berperang bukan karena Umar tapi karena Allah.” Bahasa yang sederhana kembali dituturkan oleh Ustadz Yusuf Mansur, ”Saya mau jadi pengusaha supaya bisa memberangkatkan orang tua pergi haji, bisa memberangkatkan ibu dari karyawan-karyawan ibadah haji.” #lohapahubunganyadenganguru? Nah, ini dia. Apapun profesinya, cita-citanya, harapannya musti dijaga dengan kalimat Allah. Pergi haji tujuannya Allah? Jadi pengusaha tujuannya Allah? Begitu pun guru. Sepakat?

Jangan salahkan Allah. Kalau dengan hanya tujuan karena-Nya presatasi kita selalu naik. Gaji kita selalu menanjak. Dan anak-didik kita banyak yang jadi orang besar yang jujur dan amanah. Benar? Sepertinya saya terlalu menggurui yah? Memang benar, karena salah satu cita-cita saya jadi guru yah dari sekarang lah belajar menggurui. #hehe,janganmarahyah?

Nah, kalau niat sudah benar, cara sudah benar apakah hasilnya juga benar? Pasti! Sudah pasti! Saya katakan pasti. #songongbeneryah?

Hakikat sudah didapat, sekarang tinggal bagaimana supaya menjadi guru tidak hanya sekedar. Ya, sekedar ngajar, dapat gaji, lalu bikin soal ulangan, lalu memberikan nilai, lalu sudah deh. Eh, tunggu dulu.

Anak didik kita akan menjadi orang yang besar jika kita sebagai guru juga menanmkan cara-cara sifat orang besar didalam diri sendiri. Lihat, guru gajinya berapa? Untuk pemula ada yang 300rb, 500rb, 1jt, ada juga yang 2,5jt nah ada juga yang 5jt. Paling mentok 7-10jt. Ingat gaji guru yah?

Supaya tidak sekedar, guru juga harus sering membuat penelitian untuk memperbaiki kualitas pembelajarannya. Guru juga harus bisa menulis supaya pengetahuannya senantiasa diupdet, bukan itu-itu aja bahannya. Jangan kalah sama mang bakso, mang bakso aja sering melakukan percobaan untuk menghasilkan bakso yang rasanya enak, empuk dan lezat. Lah, bagaimana guru? #Pleasedeh!

Lihat, orang-orang barat yang menemukan model dan metode pembelajaran. Apakah mereka tidak melakukan penelitian berkali-kali? Jangan salah, trial and eror sering jadi makanannya. Lalu kenapa kita yang hakikatnya untuk Allah kok malah tidak kreatif? Tidak menemukan model dan metode yang lebih efektif? #Pleasejanganbegitugituamat.

Sudah ngeh belum?

Belum. Maka kita ulas kembali yah? Guru hakikatnya ialah mengabdi kepada Allah sebagai perantara penyampai kebenaran, kebaikan dan keikhlasan melalui mata pelajaran yang diajarkannya. Setelah itu, guru bukan hanya berkutat pada bagaimana materi ajar itu habis begitu saja tapi juga harus nyampe ke anak-didik. Caranya? Sering-sering bereksperimen. Bukan hanya baca yang itu-itu aja. Sering-sering memperbaharui cara supaya tidak monoton, juga menyajikan bahan ajar dengan sesederhana mungkin supaya dapat dicerna oleh anak-didiknya.
Sudah paham? Sudah mas. :)
*
Sejatinya, kita dilahirkan untuk menjadi guru ialah sebagai penyampai kebenaran atas ilmu-ilmu-Nya. Tiada cara yang lebih baik selain melalui guru. Jangan salahkan anak-didik kalau ia tidak mengerti. Salahkan diri yang bisa jadi informasi yang disampaikan tidak tercerna. Jangan salahkan murid jika ia nakal, bisa jadi itu tanda kita sebagai guru dinasehati untuk memperbaiki diri dengan cara mendidiknya dengan baik. Jangan salahkan Allah, jika kita jadi guru gajinya segitu-gitu saja tidak naik-naik. Bisa jadi pelayanan kita belum memuaskan pelanggan (sekolah, pemerintah, yayasan dan yang membayar guru). Sederhananya, berekspresilah dengan melakukan banyak hal. Bisa dengan penelitian, menulis atau menjadi guru untuk guru. Istilahnya praktisi/trainer tentang keguruan. Pengalaman dosen saya ia dibayar 10jt sekali mengisi training keguruan. Luarbiasa bukan? Dan ingat, hakikat guru ialah hamba Allah yang mukhlis.

Baik, semoga di hari guru ini menjadi awal langkah pijakan buat para guru untuk memperbaiki kualitasnya. Sehingga ia tidak sibuk dengan tuntutan-tuntutan. Menuntut boleh, tapi tuntut diri dulu deh. Sepakat? :)