Indramayu 9 Mei 2014, lebih kurang pukul 04 pagi saya bangun tidur. Biasa
yang saya lakukan saat bangun tidur mengusap mata terus langsung ke kamar
mandi. Namun, tidak demikian untuk hari ini. Saya terdiam beberapa menit. Pikiran
saya terasa ada sesuatu yang mesti diuraikan. Adalah memikirkan tentang sesuatu
yang terlintas didalam kepala saya. Kenapa tiba-tiba saya terngiang dengan kata ini,
sambil mata saya terus menatap bagian bawah pintu kamar. Memang tidak habis
pikir juga sih, ada tujuan apa dengan
kata ini. Kata yang terlintas adalah tentang “Ruang dan Waktu.” Saya masih
tidak mengerti dengan kedua kata ini. Apa yang penting dari keduanya?
Pikiran saya akan menguraikan sesuatu
kalau sedang di kamar mandi. Kaki saya pun melangkah ke situ. Diam sejenak,
sambil terus meliarkan pikiran. Sekitar beberapa menit pikiran ini menemukan
sambungannya. Bagi saya, ini sangat mengejutkan, karena saya khawatir hanya
bisa melamun, bengong, salah-salah ngawur,
tapi ternyata tidak. Pikiran saya tersambung dengan kata ‘dimensi’; Saya berada
dalam dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu. Saya tidak bisa terlepas dari
keduanya. Ya, di alam semesta ini saya terikat keduanya. Hanya ada satu yang terbebas
dari itu, ialah Tuhan. Begitu jawaban pikiran saya.
Tidak berhenti sampai disitu, pikiran
saya ngurain lagi. Bahwa tidak ada
yang abadi/sejati dari diri saya, karena hidup saya selalu berada dalam ruang
dan waktu, dan yang namanya ruang itu pasti akan musnah. Seperti bangunan rumah
yang saya diami ini pasti akan rapuh kemudian roboh setelah itu musnah. Dalam
ruang juga sudah diketahui, berapa lama suatu ruang bertahan, berarti ada
masanya, ada ukuran waktunya. Begitupun dengan diri saya, ada batas yang sudah
diketahui satuan masanya, satuan waktunya, juga sudah dikatahui ukuran bentuknya.
Artinya, saya tidak bisa bertahan lama, atau selama-lamanya. Kata
selama-lamanya pun juga tidak terlepas dari waktu, masih tetap ada ukuran
batasnya.
Panjang juga yah penjelasannya? Lebih kurang 20 menit saya berada di kamar mandi
memikirkan ini. Apakah Anda juga pernah memikirkan hal yang sama seperti saya?
Sampai pada pernyataan berikutnya
mengenai penciptaan. Saya itu diciptakan. Kalau dikaji dari awal penciptaan
manusia akan bermuara ke nabi Adam as
bahwa beliau diciptakan dari tanah. Malaikat dari cahaya, syaithon dari api,
dan makhluk lainnya, begitupun dengan proses penciptaannya, tujuannya, bentuknya,
masanya, dan kehidupannya adalah diciptakan. Karena bagaimanapun juga, ruang
dan waktu itu makhluk Tuhan yang sama-sama diciptakan. Saya kaitkan, merenungi
sejenak, muncul pertanyaan yang
berkenaan dengan itu:
1.
Dari apa keduanya
diciptakan?
2.
Bagaimana keduanya
diciptakan?
3.
Untuk apa keduanya
diciptakan?
4.
Bagaimana keduanya
dapat hidup?
5.
Bagaimana keduanya
akan musnah?
6.
Apakah ada kehidupan
yang terbebas dari keduanya?
7.
Kehidupan seperti apa
yang terbebas dari keduanya?
Saya mencoba menyimpulkan. Jika ada kehidupan yang terbebas dari ruang
dan waktu maka itu yang dimaksud kesejatian dan juga keabadian. Saya hanya
tidak habis pikir dengan para filsuf yang memikirkan bagian-bagian kehidupan
ini, pasti perasaan dan pikirannya, njlimet
banget. Tapi secara logika dan
perasaan kalau itu jawabannya benar, mutlak dan absolut bukan relatif, pasti
sangat terpuaskan dan berada dalam jalan yang sebenar-benarnya. Tapi jika
sebaliknya, akan sesat selama-lamanya, dan menyesal sejadi-jadinya atas kesalah
jawabannya itu. Apalagi kehidupan kita yang sarat dengan rutinitas, sepertinya tidak
mudah menyediakan waktu untuk memikirkan hakikat bagian-bagian hidup ini.
Sewaktu SMA kelas satu, guru matematika
saya Pak Ocid namanya, membahas materi logika yang menjelaskan mengenai modus,
salah satunya yang saya ingat modus ponen, kemudian mengenai Benar Salah, saya
lupa apa nama materinya. Setelah beres
nerangin itu beliau bilang, “Kalian jangan mengambil hukum
dari materi ini yah? Ini hanya untuk pelajaran saja bukan untuk dijadikan
sebagai landasan hukum hidup.” Dalam hati saya menyangkal, “saya tidak
menyepakati apa yang beliau katakan. Menurut saya, ini bisa dijadikan salah
satu hukum, hukum akal, yang nantinya akan jadi ilmu.” Dasar pikiran anak SMA yah seenaknya saja kalau mikir. Hehe..
Saya baru menemukan hubungan antara
matematika dan filsafat yang berkenaan dengan logika, karena logika merupakan
bagian dari filsafat, dari yang dijelaskan oleh Anis Matta. “Untuk mengetahui
metodologi ilmu, ada beberapa ilmu dasar yang harus Anda ketahui. Pertama, Anda
harus mengetahui bahasa Arab, kedua logika, matematika, kemudian ushul fiqih,
dan sejarah. Untuk logika, saya meganjurkan Anda untuk belajar melalui guru
yang bagus dan juga menguasainya. Jika pelajaran logika tidak dipelajari
melalui guru yang kuat, Anda dapat menjadi kafir karenanya.”
Jadi logika atau filsafat tetap harus
dipakai dalam memutuskan suatu ilmu, untuk ilmu saja diharuskan apalagi untuk hukum.
Dan Anda tahu bukan, belajar filsafat itu muter-muter
bikin mbelenger, kuliah semester 2 saya
pernah membaca buku filsafat rasanya nano-nano.
Benar kata Pak Anis, kudu pake guru
yang kuat filsafatnya. Salah satu buku yang bagus mengenai filsafat diantaranya
logika, bisa Anda baca buku Sistematika
Filsafat yang ditulis oleh Sidigazalbah sebanyak empat jilid. Silahkan Anda
nikmati. Hehe..
Sekarang pertanyaan dari saya untuk
Anda adalah, bagaimana pandangan Anda mengenai ruang dan waktu? Dan apa yang
sejati/abadi dari hidup Anda? Semoga apa yang kita pelajari pada tulisan ini
bermanfaat dan mendapatkan ridho Tuhan. Aamiin..
--------------
Ditulis di Indramayu, Senin 12 Mei 2014
pukul 18.30-21.38
0 komentar:
Posting Komentar