Kita
sering berputat-putar di dalam fikiran sendiri sambil mengorek sesuatu yang
sangat mengerikan bahkan sambil membayangkan bahwa yang mengerikan itu
benar-benar akan terjadi dalam kenyataan yang pasti. Terkaan fikiran ini seolah
hal yang dikatakan sebagai kebenaran yang mempunyai dasar sampai kita harus
menjadikannya sebagai hal yang dipercaya padahal itu belum tentu sesuatu yang
baik dan benar. Kehidupan kadang telah membuat sesuatu terlihat sangat
mengerikan sehingga menjadikan kita seorang yang sangat penakut. Benarkah
seperti itu?
Tidak
cukup pada itu saja, kitapun dibuat untuk terus berlutut pada ketidaktahuan
yang membuat kita terus dibodohi. Hal yang sengaja dibuat oleh kehidupan untuk
kita tapi tidak sering kita mengabaikannya bahkan itu dianggap hal yang tak
penting. Sungguh bodoh kalau tidak tahu pada sesuatu yang melemahkan hidup
kita. Lalu sampai kapan ini akan terus berlanjut? Kadang nasihat itu tidak
lebih penting daripada kesadaran. Bahkan nilai sebuah kesadaran seribu kali lebih
baik daripada nilai sebuah nasihat. Kita merasa jemu pada buih-buih nasihat,
tapi ketika kita mengalami sebelum dinasehati akan lebih baik yang membuat
hidup kita penuh dengan kesadaran. Dengan seperti itu kita akan membuat banyak
nasihat-nasihat dan bukan banyak-banyak dinasehati. Bukankah begitu?
Semua
yang telah dilihat dalam hidup kita akan menjadi pilihan yang kemudian kita
akan memutuskannya. Akan sedikit yang berani untuk memutuskan sesuatu yang
telah menjadi pilihannya. Alasan pertama karena kita tidak cukup tahu bahkan
tidak tahu dan alasan kedua karena kita penakut. Kedua alasan itu cukup untuk
dikatakan, bahwa kita dibungkam oleh perasaan. Hanya karena itu kita akan terus
dibodohi oleh perasaan.
Apakah
segitu bodohnya diri kita ini? Sampai tidak mengetahui yang buruk sebagai
keburukan dan kebaikan sebagai kebaikan tanpa didahului melalui dasar. Perlukah
untuk menanyakan lebih lanjut pada diri sendiri untuk sebuah kebaikan? Cukupkah
kita akan berputar-putar lagi dalam fikiran yang tidak jelas tanpa makna yang
benar? Sampai kapankah kita akan terus dikelabui pada hal-hal yang bodoh?
Tidakkah
berlebihan jika terlalu sering melihat kekejaman hidup ini yang dihantamkan kepada
kita? Adakah yang perlu dilakukan untuk mendapati diri kita berada dalam
keberanian sehingga mampu mengalahkan kekejaman yang dilemparkan kehidupan? Apakah
kita cukup pintar untuk mengelola perasaan kita sehingga tidak lagi dibodohi
olehnya? Apakah ada kebenaran datang dari ketidaktahuan? Akankah perasaan itu
akan membuat hidup kita berada dalam ketidaktahuan lagi?
Adakah
yang lebih baik dari menjadi diri yang berani? Adakah yang lebih baik dari
menjadi diri yang penuh kesadaran? Adakah yang lebih baik dari menjadi diri
yang tahu?
Ketakutan
seorang anak manusia bukan pada kehidupannya melainkan pada kebodohannya. Ketidakberanian
anak seorang manusia untuk ingin tahu yang membuatnya akan terus terkurung
dalam kebodohannya. Ketidaksadaran anak seorang manusia pada kehidupan yang
menjadikannya akan terus terjerembab dalam kebodohan. Tidak ada lagi tempat
bagi kebodohan selain kekejaman kehidupan. Apa lagi yang ada selain itu? Apakah
ini terlalu buruk untuk direnungkan? Cukupkah dengan menanyakan, apa lagi?
“Sungguh ya Tuhanku, aku berlindung
kepada Mu dari ketidaktahuan”
“Sesungguhnya obat kebodohan
tiada lain ialah dengan bertanya”
(HR. Abu Daud)
0 komentar:
Posting Komentar